‘Mbak, esteh satu ya’, saut seseorang dari samping warung di Pasar Teteg Kulon. Tapi yang diajak bicara hanya diam saja sambil mengumbar senyum. Sedangkan pria yang mengajak bicara tampak bingung, tapi kemudian dia menyadari kekeliruannya.
“maaf mas, saya kira perempuan. Esteh satu ya,” pintanya sambil tersenyum malu.
Itu secuil dialog di warung kopi milik komunitas waria Kulonprogo yang tergabung dalam Warkop. Warung yang belum lama dibuka ini berada di Dinas Kesehatan Kulonprogo. Warung ini sepenuhnya dikelola waria Kulonprogo.
Sepintas kondisi warung tidak jauh berbeda dengan warung pada umumnya. Di bagian depan, terpampang tumpukan indomie serta bahan olahan untuk lotek, gado-gado hingga soto. Ada juga minuman botol seperti aqua, coca-cola dan sprite.
Di bagian dalam, tergantung aneka minuman kemasan. Ya warung ini memang masih baru. Tapi menu yang disediakan lumayan komplit. Soal harga, tak perlu dipertanyakan lagi. Harga yang dipatok penjualnya cukup kompromis di kantong.
Semangkok soto ayam hanya dihargai Rp3.000 saja, lotek Rp5.000 dan gado-gado Rp6.000. “Harga minumannya standar seperti yang lain. Kami tidak mau jual yang mahal-mahal,” ucap Sigit Aryanto alias Siska.
Warkop memang patut bersukur. Karena respons masyarakat terhadap warung itu cukup baik. Terbukti, dagangan yang disajikan selalu ludes terjual. Sehari, Siska dan kawan-kawan bisa menjual 20 porsi lotek, 20 porsi soto dan 10 gado-gado. Siska mengaku tak menyangka akan mendapat respons sebaik itu.
Secara keseluruhan, warung dikelola lima anggota Warkop. Tugas menjaga warung dilakukan bergantian, kecuali dirinya. Alasannya, harus ada satu koki khusus untuk menjaga standar makanan yang dijajakan.
Dia sendiri mengaku kadang dibuat repot bila pembeli datang berbarengan. Tak jarang dia juga dibuat keki ketika ada pembeli yang membantu mengerjakan tugasnya. “Harusnya kan saya yang buat, eh malah dibantuin. Saya jadi malu sendiri,” ucapnya sambil tertawa genit.
Diana, rekan Siska menambahkan, warung dibuka setelah komunitas mendapat bantuan dana dari Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) sebesar Rp10,5 juta. Bantuan itu digunakan mengambil alih kios Rp8 juta juta, sisanya untuk membeli perabot dan bahan baku.
“Semenjak ada warung ini, sudah mulai jarang yang keluyuran di jalan. Sekarang kami punya kerjaan di sini. Dan ternyata kami juga bisa walau pun belum mahir seperti yang lain,” ujarnya bangga.
Paulo Ngadi Cahyono, Direktur PKBI Kulonprogo mengatakan, memberi ruang bagi waria agar mengakses ekonomi produktif tidak mudah dilakukan. Bahkan untuk menyelesaikan proses hak pakai kios butuh waktu hingga dua minggu.
Langkah itu sebagai upaya mengikis stigma negatif terhadap waria. Berkat warung ini, setidaknya empat waria tidak lagi turun ke jalan dalam dua bulan terakhir. Dia yakin, jumlahnya akan semakin banyak di kemudian hari.
“Kami akan coba juga ikutkan mereka dalam pelatihan agar mereka lebih terampil. Sekarang kami cukup senangkarena mereka bias berinteraksi dengan warga lain, pedagang di pasar. Dan ternyata mereka juga bisa jualan dan laku,” katanya.